Tampilkan postingan dengan label Bahasa Indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bahasa Indonesia. Tampilkan semua postingan

Minggu, 24 Februari 2013

Jenis-Jenis Majas Perulangan

Majas Perulangan
a)   Aliterasi
Aliterasi adalah sejenis majas yang memanfaatkan purwakanti atau kata-kata yang permulaannya sama bunyinya.

b)  Antanaklasis
Antanaklasis adalah majas yang mengandung ulangan kata yang sama dengan makna yang berbeda ( Ducrot & Todorov, 1981: 227). Dengan perkataan lain, antanaklasis adalah majas yang mengandung ulangan kata yang berhomonim.

c)  Kiasmus
Kiasmus adalah majas yang berisikan perulangan atau repetisi dan sekaligus pula merupakan inverse hubungan antara dua kata dalam satu kalimat ( Ducrot & Todorov, 1981: 277).

d)  Repetisi
Repetisi adalah majas yang mengandung penggulangan berkali-kali kata atau kelompok kata yang sama (Ducrot & Todorov, 1981: 278).

Sabtu, 23 Februari 2013

Jenis-Jenis Majas Pertautan

Majas Pertautan
a)  Metonimia
Metonimia berasal dari bahasa Yunani meta berarti ‘bertukar’ + onym berarti ‘nama’. Metonimia adalah sejenis majas yang mempergunakan nama sesuatu barang bagi sesuatu yang lain yang berkaitan erat dengannya. Dalam metonimia sesuatu barang disebutkan tetapi yang dimaksud barang yang lain (Dale (et al), 1971: 234).

Metonimia adalah majas yang memakai nama ciri atau nama hal yang ditautkan dengan orang, barang, atau hal, sebagai penggantinya. Kita dapat 34 menyebutkan pencipta atau pembuatnya jika yang kita maksudkan ciptaan atau buatannya ataupun kita menyebut bahannya jika yang kita maksudkan barangnya (Moeliono, 1984: 3).

b)  Sinekdoke
Sinekdoke ialah majas yang menyebutkan nama bagian sebagai pengganti nama keseluruhannya, atau sebaliknya (Moeliono, 1984: 3).

Kata sinekdoke berasal dari bahasa Yunani synekdechesthai (syn ‘dengan’ + ex ‘keluar’ + dechesthei ‘mengambil, menerima’) yang secara kalamiah berarti ‘menyediakan atau memberikan sesuatu kepada apa yang menyatakan sebagian untuk pengganti keseluruhan (Date (et al), 1971: 236).

c)  Alusi
Alusi atau kilatan adalah majas yang merujuk secara tidak langsung kesuatu peristiwa atau tokoh berdasarkan praanggapan adanya pengetahuan bersama yang dimiliki oleh pengarang dan pembaca serta adanya kemampuan pada pembaca untuk menangkap pengacuan itu. Misalnya, Apakah peristiwa Madium akan terjadi lagi (kilatan yang mengacu ke pemberontakan kaum komunis). Tidak usah menjadi ‘sidik’ untuk membongkar korupsi itu (kilatan yang merujuk ke peristiwa ketika Menteri Penertiban Aparatur Negara menyamar sebagai orang kebanyakan). (Moeliono, 1984: 3).

d)  Eufemisme
 Kata eufemisme berasal dari bahasa Yunani euphemizein yang berarti ‘berbicara dengan kata-kata yang jelas dan wajar ‘; yang diturunkan  dari eu ‘baik’ + phanai ‘berbicara’. Jadi secara singkat eufemisme berarti ‘pandai berbicara; berbicara baik’. (Dale (et al), 1971: 239).

Eufemisme ialah ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar, yang dianggap merugikan, atau yang tidak menyenangkan. Misalnya meninggal, bersenggama, tinja, tunakarya. Namun, eufemisme dapat juga dengan mudah melemahkan kekuatan diksi karangan. Misalnya, penyesuaian harga, kemungkinan kekurangan makan, membebastugaskan (Moeliono, 1984: 3-4).

e)  Elipsis
Elipsis ialah majas yang di dalamnya dilaksanakan pembuangan atau penghilangan kata atau kata-kata yang memenuhi bentuk kalimat berdasarkan tata bahasa. Atau dengan kata lain, elipsis adalah penghilangan salah satu unsur penting dalam konstruksi sintaksis yang lengkap (Ducrot & Todorov, 1981: 277).
Penghilangan yang dalam majas elipsis ini dapat berupa:
  1. Penghilangan subyek
  2. Penghilangan predikat
  3. Penghilangan obyek
  4. Penghilangan keterangan
  5. Penghilangan subyek, predikat, dan obyek sekaligus.

g)   Gradasi
Gradasi adalah majas yang mengandung suatu rangkaian dan urutan (paling sedikit tiga) kata atau istilah yang secara sintaksis bersamaan yang mempunyai satu atau beberapa ciri semantik secara umum dan yang diantaranya  paling sedikit sati ciri diulang-ulang dengan perubahan-perubahan yang bersifat kuantitatif ( Ducrot & Todorov, 1981: 277).

Jumat, 22 Februari 2013

Jenis-Jenis Majas Pertentangan

Majas Pertentangan
a)  Hiperbola
Hiperbola adalah sejenis majas yang mengandung pernyataan yang berlebih-lebihan – jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya – dengan meksud memberi penekanan pada suatu pernyataaan atau situasi untuk memperhebat, meningkatkan kesan dan pengaruhnya. Majasa ini dapat melibatkan kata-kata, frase, atau kalimat (Tarigan, 1983: 143).

Kata hiperbola berasal dari bahasa Yunani yang berarti pemborosan; berlebih-lebihan; dan diturunkan dari hyper ‘melebihi’ + ballein ‘ melemparkan’. Hiperbola merupakan suatu cara yang berlebih-lebihan mencapai efek, suatu majas yang di dalamnya berisi kebenaran yang direntang-panjangkan. (Dale (et al), 1971: 233).
Dengan kata lain “hiperbola ialah ungkapan yang melebih-lebihkan apa yang sebenarnya dimaksudkan : jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya.” (Moeliono, 1984: 3).

b)  Litotes
Litotes adalah majas yang di dalam pengungkapan menyatakan sesuatu yang positif dengan bentuk yang negatif atau bentuk yang bertentangan. Litotes mengurangi atau melemahkan kekuatan pernyataan yang sebenarnya (Moeliono, 1984: 3).

Litotes, kebalikan dari hiperbola, adalah sejenis majas yang mengandung pernyataan yang dikecil-kecilkan, dikurangi dari kenyataan yang sebenarnya, misanya untuk merendahkan diri. (Tarigan, 1983: 144).
Litotes berasal dari kata Yunani litos yang berarti ‘sederhana’. Litotes, lawan dari hiperbola, merupakan sejenis majas yang membuat penyataan mengenai sesuatu dengan cara menyangkal atau mengingkari kebalikannya (Dale (et al) 1971: 237).

c)   Ironi
Ironi adalah majas yang menyatakan makna yang bertentangan, dengan maksud berolok-olok.
Maksud itu dapat dicapai dengan mengemukakan:
  1. Makna yang berlawanan dengan makna yang sebenarnya,
  2. Ketaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya,
  3. Ketaksesuaian antara harapan dan kenyataan (Moeliono, 1984:3).

Ironi adalah sejenis majas yang mengimplikasikan sesuatu yang nyata berbeda, bahkan ada kalanya bertentangan dengan yang sebenarnya dikatakan itu. Ironi ringan merupakan suatu bentuk humor, tetapi ironi keras biasanya merupakan suatu bentuk sarkasme atau satire walaupun pembatasan yang tegas antara hal-hal itu sangat sukar dibuat dan jarang sekali memuaskan orang (Tarigan, 1983: 144).

d)   Paronomasia
Paronomasia adalah majas yang berisi penjajaran kata-kata yang berbunyi sama tetapi bermakna lain; kata-kata yang sama bunyinya tetapi berbeda maknanaya (Ducrot & Todorov, 1981: 278).

e)  Paralipsis

Paralipsis adalah majas yang merupakan suatu formula yang dipergunakan sebagai sarana untuk menerangkan bahwa seseorang tidak menyatakan apa yang tersirat dalam kalimat itu sendiri (Ducrot & Todorov, 1981: 278).

f)   Zeugma
Zeugma adalah majas yang merupakan koordinasi atau gabungan gramatis dua kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan, seperti abstrak dan kongkrit (Ducrot & Todorov, 1981: 279).

Kamis, 21 Februari 2013

Ragam Majas

Ragam Majas
Majas sesungguhnya beraneka ragam dalam kehidupan kita. Majas yang beraneka ragam itu dapat dikelompok-kelompokkan dengan berbagai cara bergantung dari cara memandangnya.
Majas Perbandingan
a)   Perumpamaan
Yang dimaksud dengan perumpamaan di sini adalah padanan kata simile dalam bahasa Inggris. Kata simile berasal dari bahasa Latin yang bermakna ‘seperti’. Perumpamaan adalah perbandingan dua hal yang pada hakekatnya berlainan dan yang sengaja kita anggap sama. Perbandingan itu secara eksplisit dijelaskan oleh pemakaian kata seperti, sebagai, ibarat, umpama, bak, laksana, dan sejenisnya.

b)   Metafora
Metafoa berasal dari bahasa Yunani metaphora yang berarti ‘memidahkan’; dari kata meta di atas; melebihi’ + pherein ‘membawa.’ Metafora membuat perbandingan antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup, walaupun tidak dinyatakan secara implisit dengan penggunaan kata-kata bak, seperti, laksana, ibarat, umpama, sebagai seperti pada perumpamaan (Dale (et al), 1971: 224). Kiasan atau metafora ialah perbandingan yang implisit – jadi tanpa kata seperti atau sebagai – di antara dua hal yang berbeda (Moeliono, 1984: 3).

Metafora adalah pemakaian kata-kata bukan arti yang sebenarnya, melainkan sebagai lukisan yang berdasarkan persamaan atau perbandingan (Poerwardarminta, 1976: 648).

Metafora adalah sejenis majas perbandingan yang paling singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlibat dua ide: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi obyek; dan yang satu lagi merupakan perbandingan terhadap kenyataan tadi; dan kita menggantikan yang belakangan ini menjadi yang terdahulu tadi (Tarigan; 1983: 141).

c)  Personifikasi
Personifikasi berasal dari bahasa Latin persona (‘orang, pelaku, aktor, atau topeng yang dipakai dalam drama’) + fic (‘membuat’). Karena itulah maka apabila kita mempergunakan personifikasi, kita memberikan ciri-ciri atau kualitas-kualitas pribadi orang kepada benda-benda yang tidak berwarna ataupun kepada gagasan-gagasan, (Dale (et al), 1971: 221).

Dengan kata lain, pengingsanan atau personifikasi ialah jenis majas yang melekatkan sifat-sifat insane kepada barang yang tidak bernyawa dan idea yang abstrak.

d)  Alegori
Kata alegori berasal dari bahasa Yunani allegorein yang berarti ‘berbicara secara kiasan’ diturunkan dari allos ‘ yang lain’ + agoreuien ‘berbicara’.

Alegori adalah cerita yang diceritakan dalam lambang-lambang. Merupakan metapora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah obyek-obyek atau gagasan-gagasan diperlambangkan. Alegori kerapkali mengandung sifat-sifat moral atau spiritual manusia. Biasanya alegori merupakan cerita-cerita yang panjang dan rumit dengan makna, atau tujuan yang terselubung.

e)  Antitesis
Secara kalamiah antitesis berarti ‘lawan yang tepat’ atau ‘pertentangan yang benar-benar (Poerwadarminta, 1976: 52).

Antitesis adalah sejenis majas yang mengadakan komparasi atau perbandingan antara dua antonim (yaitu kata-kata yang mengandung ciri-ciri semantik yang bertentangan). (Ducrot & Todorov, 1979: 277).   

Rabu, 20 Februari 2013

Pengertian Majas

Pengertian Majas
Majas selalu merupakan paralelisme makna. Dengan bantuan suatu citra, diungkapkan sesuatu yang lain, yaitu suatu gagasan atau pengertian. Ini berlaku, baik bagi majas yang merumuskan paralelisme makna secara tekstual (baik pembanding maupun yang disbanding hadir dalam teks) maupun bagi metapora dalam arti sebenarnya, yang hanya menyebutkan citra (pembanding). Dalam hal terakhir apa yang diacu oleh citra (yang disbanding) harus dibangun oleh pembaca (Luxemburg, 1989: 94).

Majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tulisan.

Majas adalah gaya bahasa dalam bentuk tulisan maupun lisan yang dipakai dalam suatu karangan yang bertujuan untuk mewakili perasaan dan pikiran dari pengarang.
Majas (figure of speech) ialah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keidahan.

Para pembicara dan para penulis yang efektif, benar-benar memanfaatkan bahasa kias atau majas untuk menjelaskan gagasan-gagasan mereka. Sarana retorik klasik telah dimanfaatkan oleh novelis Romawi Cicero dan Suetonicus yang memakai figura dalam pengertian ‘bayangan, gambaran, sindiran, kiasan’.

Majas, kiasan, atau ‘figure of speech’ adalah bahasa kias, bahasa indah yang dipergunakan untuk meninggikan serta meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Pendek kata, penggunaan majas tertentu dapat merubah serta menimbulkan nilai rasa atau konotasi tertentu (Dale (et al); 1971: 220).

Majas atau ‘figurative language’ adalah bahasa yang dipergunakan secara imajinatif, bukan dalam pengertian yang benar-benar secara kalamiah saja (Warriner (et al); 1977: 602).

Majas merupakan retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan ataupun mempengaruhi para penyimak dan pembaca. Kata retorik berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato.pada masa Yunani kuno, retorik memang merupakan bagian penting dari suatu pendidikan dan oleh karena itu aneka ragam majas sangat penting serta harus dikuasai benar-benar oleh orang-orang Yunani dan Romawi yang telah memberi nama bagi aneka seni persuasi ini.

Selasa, 19 Februari 2013

Hal-Hal yang Mempengaruhi Pilihan Kata

Hal-Hal yang Mempengaruhi Pilihan Kata
Sebelum menentukan pilihan kata, maka harus diperhatikan dua hal pokok, yakni: masalah makna dan relasi makna. Makna sebuah kata atau sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut Chaer (1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu:
  1. Makna leksikal dan makna gramatikal
  2. Makna referensial dan nonreferensial
  3. Makna denotatif dan konotatif
  4. Makna konseptual dan makna asosiatif
  5. Makna kata dan makna istilah
  6. Makna idiomatikal dan peribahasa
  7. Makna kias dan lugas.
Relasi adalah hubungan makna yang menyangkut hal kesamaan makna (sinonim), kebalikan makna (antonim), kegandaan makna (polisemi dan ambiguitas), ketercakupan makna (hiponim), kelainan makna (homonim), kelebihan makna (redunansi) dan sebagainya.

Senin, 18 Februari 2013

Diksi dalam Kalimat

Diksi dalam Kalimat
Diksi dalam kalimat adalah pilihan kata yang tepat untuk ditempatkan dalam kalimat sesuai makna, kesesuaian, kesopanan, dan bisa mewakili maksud atau gagasan. Makna kata itu secara leksikal banyak yang sama, tetapi penggunaannya tidak sama.

Kata-Kata Ilmiah
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tentu sudah sangat sering mendengar kata ilmiah. Kata ilmiah seringkali dihubungkan dengan bidang pendidikan atau hal-hal yang berbau ilmu pengetahuan.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Kedua, kata ilmiah memiliki arti bersifat ilmu. Secara ilmu pengetahuan, memenuhi syarat (kaidah) ilmu pengetahuan. Namun, pengertian dari kata ilmiah itu sendiri tidak lantas menjelaskan keilmiahan dari sebuah karya atau kegiatan yang bersifat ilmiah. Untuk mengukur keilmiahan suatu karya atau kegiatan perlu ada tolak ukur.

Minggu, 17 Februari 2013

Kata Serapan

Kata Serapan
Kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diintegrasikan ke dalam suatu bahasa dan diterima pemakaiannya secara umum. Sebelum Ch. A. Van Ophuijsen menerbitkan system ejaan untuk bahasa Melayu pada tahun 1910, cara menulis tidak menjadi pertimbangan penyesuaian kata serapan. Umumnya kata serapan disesuaikan pada lafanya saja.

Meski kontak budaya dengan penutur bahasa-bahasa itu berkesan silih berganti, proses penyerapan itu ada kalanya pada kurun waktu yang tumpang tindih sehingga orang-orang dapat mengenali suatu kata serapan berasal dari bahasa yang mereka kenal saja.

Sabtu, 16 Februari 2013

Pembentukan Istilah dan Definisi

Pembentukan Istilah dan Definisi 
Istilah adalah kata atau frasa yang dipakai sebagai nama atau lambang dan yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan, atau sifat yang khas dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
 
Syarat istilah yang baik:
  1. Paling tepat mengungkapkan konsep yang dimaksud.
  2. Paling singkat di antara pilihan yang ada.
  3. Bernilai rasa (konotasi) baik.
  4. Sedap didengar (eufonik).
  5. Bentuknya seturut kaidah bahasa Indonesia.


Secara umum, definisi dibagi menjadi dua bagian, yaitu definisi nominal (suatu persamaan kata yang tepat digunakan) dan definisi formal (definisi logis atau riel).

Jumat, 15 Februari 2013

Pengertian Kata Umum dan Kata Khusus

Pengertian Kata Umum dan Kata Khusus
Kata umum adalah kata-kata yang pemakaian dan maknanya bersifat umum dan mencakup bidang yang luas, sedangkan kata yang khusus adalah kata-kata yang pemakaian dan maknanya terbatas pada suatu bidang tertentu.

Perubahan Makna Kata
Bahasa bersifat dinamis sehingga dapat menimbulkan kesulitan bagi pemakai yang kurang mengikuti perubahannya. Ketepatan suatu kata untuk mewakili atau melambangkan suatu benda, peristiwa, sifat, dan keterangan, bergantung pada maknanya, yaknin yang berhubungan antara lambang bunyi (bentuk/kata) dengan referennya.

Perubahan makna kata bukan hanya ditentukan oleh perubahan jaman (waktu), melainkan juga disebabkan oleh tempat bahasa itu tumbuh dan berkembang. Makna bahasa mula-mula dikenal oleh masyarakatnya, tetapi pada suatu waktu akan bergeser maknanya pada sutau wilayah yang lain masih mempertahankan makna aslinya.

Kamis, 14 Februari 2013

Makna Kata dan Jenisnya

Makna Kata dan Jenisnya
Kata yang merupakan satuan bebas terkecil mempunyai dua aspek, yakni aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi atau makna. Bentuk bahasa adalah sesuatu yang dapat dicerna oleh pancaindera, baik didengar maupun dilihat. Isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi atau respon dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan atau stimulus aspek bentuk tadi. Kalau seseorang berkata, “pergi!” kepada kita, maka akan timbul reaksi dalam pikiran kita diam sekarang. Dengan demikian, kata pergi merupakan bentuk atau ekspresi dan isinya atau maknanya merupakan reaksi seseorang atas perintah tadi.

Wujud reaksi itu bermacam-macam yakni berupa tindakan atau perilaku, berupa pengertian, serta berupa pengertian dan tindakan. Hal ini bergantung pada apa yang didengarnya, dengan kata lain respon akan muncul berdasarkan stimulusnya. Dalam komunitas tidak hanya berhadapan dengan kata, tetapi juga berhadapan dengan serangkaian kata yang mengusung amanat. Dengan demikian, ada beberapa unsur yang terkandung dalam ujaran itu yaitu: pengertian, perasaan, nada, dan tujuan. Keempat unsur ini merupakan usaha untuk memahami makna. Untuk lebih jelasnya mari kita lihat bahan satu persatu.

  1. Pengertian merupakan landasan dasar untuk menyampaikan sesuatu kepada pendengar atau pembaca dengan mengharapkan suatu perilaku;
  2. Perasaan merupakan ekspresi pembicara terhadap pembicaranya, hal ini berhubungan dengan nilai rasa terhadap hal yang dikatakan pembicara;
  3. Nada mencakup sikap pembicara atau penulis kepada pendengar pembacanya; dan
  4. Tujuan yaitu sesuatu yang ingin dicapai oleh pembicara atau penulis.

Makna kata merupakan hubungan antara bentuk dengan sesuatu yang diwakilinya atau hubungan lambang bunyi dengan sesuatu yang diacunya. Kata kuda merupakan bentuk atau ekspresi “sesuatu yang diacu oleh kata kuda” yakni “seekor binatang yang tinggi-besar, larinya kencang dan biasa ditunggangi”. Kedua istilah yang disebut referen. Hubungan antara bentuk dan referen akan menimbulkan makna atau referensi.

Makna kata pada umumnya terbagi atas dua macam yakni makna denotatif dan makna konotatif. Kata-kata yang bermakna denotatif biasa digunakan dalam bahasa ilmiah yang bersifat lugas dan tidak menimbulkan interpretasi tambahan. Makna denotatif disebut juga dengan istilah; makna denatasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional (Keraf, 2008: 208). Disebut makna denotasional, konseptual, referensial dan ideasional, karena makna itu mengacu pada referen, konsep atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu berhubungan dengan kesadaran, pengetahuan dan menyangkut rasio manusia.

Karena adanya bermacam-macam makna, maka penulis harus berhati-hati dalam memilih kata yang digunakan. Sebenarnya memilih kata-kata bermakna denotatif lebih mudah daripada memilih kata-kata bermakna konotatif. Seandainya ada kesalahan dalam penulisan denotasi, mungkin karena adanya kekeliruan disebabkan oleh kata-kata yang mirip karena masalah ejaan. Kata-kata yang mirip itu seperti: gajih-gaji, darah-dara, interferensi-interfensi, dan bawah-bawa. Untuk lebih jelasnya, makna denotatif dapat dibedakan menjadi dua macam hubungan antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya. Kedua, hubungan sebuah kata dengan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.

Makna konotatif atau sering juga disebut makna kiasan, makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluative. Makna konotatif adalah sebuah jenis makna dimana stimulus dan respons mengandung nilai-nilai emosional. Kata-kata yang bermakna konotatif atau kiasan biasanya dipakai pada pembicaraan atau karangan non ilmiah, seperti: berbalas pantun, peribahasa, lawakan, drama, prosa, puisi, dan lain-lain. Karangan nonilmiah sangat mementingkan nilai-nilai estetika. Nilai estetika dibangun oleh bahasa figuratif dengan menggunakan kata-kata konotatif agar penyampaian pesan atau amanat itu terasa indah. Pada karangan ini kurang memperhatikan keakuratan informasi dan kelogisan makna. Dalam menyampaikan pesan ada dua macam cara. Pertama, penyampaian pesan secara langsung. Penyampaian pesan secara langsung hampir sama dengan penyampaian pesan (informasi) dalam karangan tidak langsung harus menggunakan bahasa figuratif dalam kata-kata konotatif.

Kita tidak akan bisa langsung memahami pesan atau amanat yang ingin disampaikan oleh pengarang kalau tidak mempunyai kemampuan mengapresiasinya.

Rabu, 13 Februari 2013

Pengertian Kata dan Gagasan

Pengertian Kata dan Gagasan
Dalam berkomunikasi, setiap orang menggunakan kata (bahasa). Para linguis sampai sekarang masih memperbincangkan karena belum ada batasan yang mutlak tentang itu. Istilah kata bisa digunakan oleh para tatabahasawan tradisional. Menurut mereka, kata adalah satuan bahasan yang memiliki satu pengertian atau kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti. Para tatabahasawan sturuktural, penganut aliran Bloomfield menyebutnya morfem. Batasan kata yang dibuat Bloomfield sendiri, yakni kata adalah satuan bebas terkecil (a minima free form)(Chaer, 1994: 162-163).
 

Yang paling penting dari rangkaian kata-kata itu adalah pengertian yang tersirat di balik kata-kata yang digunakan. Setiap orang yang terlibat dalam berkomunikasi harus saling memahami atau saling mengerti, baik pembicara maupun pendengar,  pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna kata bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Dengan kata lain, kata adalah media yang digunakan untuk menyampaikan gagasan atau ide kepada orang lain. Menurut Keraf (2008: 21) kata-kata ibarat “pakaian” yang dipakai oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki jiwa. Setiap anggota masyarakat harus mengetahui “jiwa” setiap kata, agar ia dapat menggerakkan orang lain dengan “jiwa” dari kata-kata yang dipergunakannya.

Selasa, 12 Februari 2013

Ketepatan dan Kesesuaian Penggunaan Diksi

Ketepatan dan Kesesuaian Penggunaan Diksi
Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketepatan memilih kata untuk menggungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Menurut Keraf (2008: 87) “ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.

Seandainya kita dapat memilih kata dengan tepat, maka tulisan atau pembicaraan kita akan mudah menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dirasakan atau dipikirkan oleh penulis atau pembicara. Mengetahui tepat tidaknya kata-kata yang kita gunakan, bisa dilihat dari reaksi orang yang menerima pesan kita, baik yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Reaksinya bermacam-macam, baik berupa reaksi verbal, maupun reaksi nonverbal seperti mengeluarkan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan yang kita ucapkan.

Agar dapat memilih kata- kata yang tepat,  maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan berikut ini.
  1. Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya.
  2. Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum    diterima di masyarakat.
  3. Waspadalah dalam penggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing.
  4. Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatik.
  5. Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.
  6. Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
  7. Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata.

Senin, 11 Februari 2013

Pengertian Diksi

Pengertian Diksi
Pengertian diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan kata merupakan satu unsur sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam dunia tutur setiap hari. Dalam memilih kata yang setepat-tepatnya untuk menyatakan suatu maksud, kita tidak dapat lari dari kamus. Kamus memberikan suatu ketepatan kepada kita tentang pemakaian kata-kata. Dalam hal ini, makna kata yang tepatlah yang diperlukan.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.

Menurut Keraf (2008; 24) dituliskan point-point penting tentang diksi, yaitu:

  1. Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.
  2. Pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari suatu gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.
  3. Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosa kata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Sedangkan yang dimaksud perbendaharaan kata atau kosa kata suatu bahasa adalah keseluruhan kata yang dimiliki oleh sebuah kata (Gorys Keraf, 2008: 24).
Pilihan kata (diksi) adalah hasil dari memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alenia, atau wacana.
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyatan itu tampak bahwa penguasaan kata sesorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.

Adapun fungsi pilihan kata atau diksi adalah untuk memperoleh keindahan guna menambah gaya ekspresivitas. Maka sebuah kata akan lebih jelas, jika pilihan kata tersebut tepat dan sesuai. Ketepatan pilihan kata bertujuan agar tidak menimbulkan interpretasi yang berlainan antara penulis dengan pembaca atau pendengar, sedangkan kesesuaian kata bertujuan agar tidak merusak suasana. Selain itu fungsi untuk menghaluskan kata dan kalimat agar terasa lebih indah. Dan juga dengan adanya diksi oleh pengarang berfungsi untuk mendukung jalan cerita agar lebih runtut mendeskripsikan tokoh, lebih jelas mendeskripsikan latar waktu, latar tempat, dan lata sosial dalam cerita tersebut.

Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda.

Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek agar sesuai.

Pilihan kata atau diksi adalah pemilihan kata-kata yang sesuai dengan apa yang hendak kita ungkapkan. Diksi atau pilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang harus dipakai untuk mencapai suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Pemilihan kata mengacu pada pengertian penggunaan kata-kata tertentu yang sengaja dipilih dan digunakan oleh pengarang. Mengingat bahwa karya fiksi (sastra) adalah dunia dalam kata, komunikasi dilakukan dan ditafsirkan lewat kata-kata. Pemilihan kata-kata tentunya melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu untuk mendapatkan efek yang dikehendaki (Nurgiyantoro, 1998: 290).

Diksi, dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua, arti “diksi” yang lebih umum digambarkan dengan enunsiasi kata – seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan pengucapan dan intonasi, dari pada pemilihan kata dan gaya.

Diksi memiliki beberapa bagian; pendaftaran – formal atau informal dalam konteks sosial – adalah yang utama. Analisis diksi secara literal menemukan bagaimana kalimat menghasilkan intonasi dan karakteristik, contohnya penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan gerakan fisik menggambarkan karakter aktif, sementara penggunaan kata-kata yang berhubungan dengan pikiran menggambarkan karakter yang introspektif. Diksi juga memiliki dampak terhadap pemilihan kata dan sintaksis.

Minggu, 10 Februari 2013

Fungsi Sosial Pantun Banjar

Fungsi Sosial Pantun Banjar
Pada masa-masa Kerajaan Banjar masih jaya-jayanya (1526-1860), pantun tidak hanya difungsikan sebagai sarana hiburan rakyat semata, tetapi juga difungsikan sebagai sarana retorika yang sangat fungsional, sehingga para tokoh pimpinan masyarakat formal dan informal harus mempelajari dan menguasainya dengan baik, yakni piawai dalam mengolah kosa-katanya dan piawai pula dalam membacanya.

Tidak hanya itu, di setiap desa juga harus ada orang-orang yang secara khusus menekuni karier sebagai tukang olah dan tukang baca pantun (bahasa Banjar Pamantunan). Uji publik kemampuan atas seorang Pamantunan yang handal dilakukan langsung di depan khalayak ramai dalam ajang adu pantun atau saling bertukar pantun yang dalam bahasa Banjar disebut Baturai Pantun. Para Pamantunan tidak boleh tampil sembarangan, karena yang dipertaruhkan dalam ajang Baturai Pantun ini tidak hanya kehormatan pribadinya semata, tetapi juga kehormatan warga desa yang diwakilinya.

Sabtu, 09 Februari 2013

Peran Pantun Banjar

Peran Pantun Banjar
Peran pantun Banjar adalah sebagai alat pemelihara bahasa, pantun berperan sebagai penjaga fungsi kata dan kemampuan menjaga alur berfikir. Pantun melatih seseorang berfikir tentang makna kata sebelum berujar. Ia juga melatih orang berfikir asosiatif, bahwa suatu kata bisa memiliki kaitan dengan kata yang lain.
Secara sosial pantun memiliki fungsi pergaulan yang kuat, bahkan hingga sekarang. Di kalangan pemuda sekarang, kemampuan berpantun biasanya dihargai. Pantun menunjukkan kecepatan seseorang dalam berfikir dan bermain-main dengan kata.

Namun demikian, secara umum peran sosial pantun adalah sebagai alat penguat penyampaian pesan.   

Jumat, 08 Februari 2013

Ciri-Ciri pantun Banjar

Ciri-Ciri pantun Banjar
Pantun memiliki ciri-ciri antara lain:
  1. Mempunyai bait dan baris,
  2. Setiap bait terdiri atas baris-baris,
  3. Jumlah suku kata dalam tiap baris antara delapan sampai dua belas,
  4. Setiap bait terdiri atas dua bagian, yaitu sampiran dan isi,
  5. Bersajak ab ab,
  6. Berasal dari Melayu (Indonesia).

Kamis, 07 Februari 2013

Jenis-Jenis Pantun Banjar

Jenis-Jenis Pantun Banjar
Pantun Banjar terdiri atas beberapa jenis diantaranya:
  1. Pantun Urang Tuha, yaitu Pantun yang berisi nasihat, ibarat, perumpamaan dan sindiran.
  2. Pantun Urang Anum, yaitu Pantun berkasih-kasihan.
  3. Pantun Kakanakan, yaitu Pantun yang berisi dunia anak-anak (permainan, suka cita).
  4. Pantun Janaka, yaitu Pantun untuk bersenang-senang atau pantun yang menghibur (dalam bahasa Banjar balulucuan).
  5. Pantun Teka-teki, yaitu Pantun yang berisi tebak-tebakan (dalam bahasa Banjar batatangguhan).

Rabu, 06 Februari 2013

Pengertian Pantun Banjar

Pengertian Pantun Banjar
Dalam sastra lisan Banjar dikenal juga bentuk pantun sebagai bagian dari sastra lisan Banjar yang keberadaannya tidak dapat dihilangkan hingga sekarang, biasanya digunakan saat acara pinang meminang.
 
Pantun Banjar adalah pantun yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar. Bahasa Banjar dituturkan oleh suku Banjar yang umumnya digunakan di Kalimantan Selatan dan provinsi tetangganya serta daerah perantauan suku Banjar (http://id.wikipedia.org/wiki/pantun-Banjar).
 
Definisi pantun Banjar menurut rumusan Tajuddin Noor Ganie (2006) adalah puisi rakyat anonim bertipe hiburan yang dilisankan atau dituliskan dalam bahasa Banjar dengan bentuk fisik dan bentuk mental tertentu sesuai dengan konvensi khusus yang berlaku dalam khasanah folklore Banjar.

Pantun Banjar merupakan pengembangan lebih lanjut dari peribahasa Banjar. Istilah pantun sendiri menurut Brensetter sebagaimana yang dikutip Winstead (dalam Usman, 1954) berasal dari akar kata “tun” yang kemudian berubah menjadi “tuntun” yang artinya teratur atau tersusun. Hampir mirip dengan tuntun adalah tonton dalam bahasa Tagalog artinya berbicara menurut aturan tertentu (dalam Semi, 1993: 146-147).

Sesuai dengan asal-usul etimologisnya yang demikian itu, maka pantun memang identik dengan seperangkat kosa-kata yang disusun sedemikian rupa dengan merujuk kepada sejumlah kriteria konvensional menyangkut bentuk fisik dan bentuk mental puisi rakyat anonim.

Setidak-tidaknya ada 6 kriteria konvensional yang harus dirujuk dalam hal bentuk fisik dan bentuk mental pantun ini, yakni:
  1. Setiap barisnya dibentuk dengan jumlah kata minimal 4 buah.
  2. Jumlah baris dalam satu baitnya minimal 2 baris (pantun kilat) dan 4 baris (pantun biasa dan pantun berkait).
  3. Pola formulaik persajakannya merujuk kepada sajak akhir vertical dengan pola a/a (pantun kilat), a/a/a/a, a/a/b/b, dan a/b/a/b (pantun biasa dan pantun berkait).
  4. Khusus untuk pantun kilat, baris 1 berstatus sampiran dan baris 2berstatus isi.
  5. Khusus untuk pantun biasa dan pantun berkait, baris 1-2 berstatus sampiran dan baris 3-4 berstatus isi.
  6. Lebih khusus lagi, pantun berkait ada juga yang semua barisnya berstatus isi, tidak ada yang berstatus sampiran.
Zaidan dkk (1994: 143) mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas  4 larik dengan rima akhir a/b/a/b. Setiap larik biasanya terdiri atas 4 kata,  larik 1-2 merupakan sampiran, larik 3-4 merupakan isi. Berdasarkan ada tidaknya hubungan antara sampiran dan isi ini, pantun dapat dipilah-pilah menjadi 2 genre/ jenis, yakni pantun mulia dan pantun tak mulia. Disebut pantun mulia jika sampiran pada larik 1-2 berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis dan sekaligus juga berfungsi sebagai isyarat isi. Sementara, pantun tak mulia adalah pantun yang sampirannya (larik 1-2) berfungsi sebagai persiapan isi secara fonetis saja, tidak ada hubungan semantik apa-apa dengan isi pantundi larik 3-4.

Sementara Rani (1996: 58) mendefinisikan pantun sebagai jenis puisi lama yang terdiri atas 4 baris dalam satu baitnya. Baris 1-2 adalah sampiran, sedangkan baris 3-4 adalah isi. Baris 1-3 dan 2-4 saling bersajak akhir vertikal dengan pola a/b/a/b.

Selasa, 05 Februari 2013

Pengertian Pantun

Pengertian Pantun
Pantun merupakan puisi asli Indonesia yang bentuknya  terdiri atas empat baris dalam setiap bait dan bersajak a-b-a-b. baris pertama dan kedua merupakan sampiran, sedangkan baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun.

Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Dalam bahasa Jawa misalnya, dikenal sebagai paparikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai sisindiran atau susualan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa (baca: uppasa). Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), bersajak akhir kata dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b atau a-b-b-a). Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.